Aksi – Reaksi

April 2, 2008

Lagi-lagi saya tergugah untuk menulis satu hal yang biasanya saya hindari, untuk saya hal-hal seperti ini sebenarnya lebih kepada prinsip dan kesadaran masing-masing saja.

Setelah ribut dengan aksi salah satu tokoh politik Belanda yang beberapa hari lalu meluncurkan satu buah slide show (Oh, maksud saya film..) dengan judul ‘Fitna’ kali ini rakyat Indonesia kembali sibuk dengan baru diluncurkannya Undang-Undang anti-pornografi.

Dua kejadian yang menimbulkan banyak tanggapan dari berbagai pihak, dari blogger sampai para pejabat. Bisa dibilang kedua hal yang saya sebutkan (peluncuran ‘Fitna’ dan di-sah-kannya UU anti pornografi) adalah aksi. Yang menurut hukum alam, jelas akan menimbulkan reaksi. Betul bung Kemal? dan kalau diijinkan, saya ingin memberikan opini saya atas reaksi yang timbul atas kejadian-kejadian tersebut.

Betul Mey.. Memang setiap aksi pasti ada reaksi. Ini sudah hukum alam. Dijelaskan konkrit oleh Sir Isaac Newton pada tahun 1687. Lebih tepatnya dikenal dengan Hukum Newton I – atau kerennya Law of Inertia. Katanya, benda yang dikenakan suatu gaya akan melawan gaya itu dengan besar yang persis sama. Dengan kata lain, seperti yang Anda tadi sebutkan, setiap ada aksi pasti ada reaksi. Tapi Bang Newton juga bilang, besarnya reaksi sangat tergantung dengan besarnya aksi. Katanya, besarnya reaksi selalu sama dengan besarnya aksi. Itu sebabnya mengapa untuk menahan benda sebesar 10 Newton, Anda harus memiliki kekuatan juga sebesar 10 Newton. Karena begitulah, alam ‘memaksa’ seluruh benda senantiasa berada dalam kesetimbangan.

Nah, reaksi yang diberikan oleh masyarakat terkait sebenarnya cukup mengecewakan. Hal yang menurut saya kurang diperhatikan oleh para pemberi reaksi adalah kesadaran diri masing-masing dan rasa tanggung jawab.

Film fitna, hasil karya oom Geert itu, menuding Islam sebagai agama yang tidak memiliki pri-kemanusiaan (tidak mengindahkan hak azasi manusia) dan dibandingkan dengan Meinkampf-nya kakek Hitler. Begitu banyak potret-potret yang memang kalau diteliti lagi kurang manusiawi dan tidak masuk akal, beberapa dialog yang ditampilkan pun hanyalah dialog yang berisikan imam-imam menyerukan umatnya untuk membunuh siapa saja yang bukan islam.

Bagaimanakah umat islam bereaksi?

Mayoritas umat islam menanggapinya dengan penuh emosi, kepala panas, dan pastinya dongkol sedemikian rupa – menjadikan kepala dan hati mereka masing-masing dipenuhi dendam (yang mana tentu saja pernah diserukan oleh Allah SWT bahwa dendam adalah salah satu perbuatan yang terkutuk). Siapa sih yang enggak marah kalau agama atau apapun itu yang ia percaya sebagai sesuatu yang baik, dituding sebagai sesuatu yang buruk? Saya pun sebagai seorang penganut agama islam merasa tersinggung, atas segala tudingan yang diberikan – dan sedikit kecewa, prihatin, sedih begitu menyadari apa yang ditudingkan oleh mereka mungkin saja benar. Kenapa saya bilang begitu?

Karena apa sebenarnya yang kalian ingin sampaikan kepada pemerintahan belanda dengan melempar telur ke Kedutaan Belanda? apa yang ingin disampaikan pada Geert Wilders dengan membawa satu karton besar bertuliskan “KILL WILDERS”? apa yang ingin disampaikan pada sebuah dialog terbuka, dimana kalian menjawab penuh emosi atas semua tudingan – berteriak lantang, mengacungkan tangan, apakah itu yang kalian namakan pembantahan atas ‘Islam adalah agama dengan penuh kekerasan dan tidak ada sama sekali kedamaian di dalamnya?’ ????

WAKE UP EVERYBODY.. that would not be the smart thing to do in order to beat this guy if you want to prove that he’s wrong!!

Iyya Mey, masalahnya ternyata Hukum Newton tidak bisa diterapkan begitu saja kepada manusia. Seperti yang Anda sudah bilang tadi – terbukti, reaksi tidak selalu sebesar aksi. Justru terkadang terlampau besar – atau malah dibesar-besarkan. Persis seperti kasus Oom Geert yang sudah Anda paparkan. Seharusnya aksi seperti ini dihadapi dengan kepala dingin, tidak usah dengan teriak-teriak. Apalagi dengan telur busuk.

Ya Mal..sebenernya pembahasan kita jadi kurang fokus sekarang, saya pada awalnya hanya ingin mengatakan bahwa sebenarnya reaksi yang diberikan oleh umat Islam yang merasa tersinggung terlalu berlebihan dan menggunakan pendekatan yang salah. (jangan salah sangka, saya pun memiliki reaksi tersendiri atas ditudingnya Islam sebagai agama yang kejam dan mengabaikan nilai-nilai hak azasi manusia). Menurut saya, dalam penerapan hukum aksi dan reaksi ini perlu ditambahkan satu langkah, yaitu evaluasi diri. Umat Islam yang tersebar di dunia ini seharusnya lebih melihat ke dalam diri masing-masing, mengevaluasi apakah yang dikatakan oleh Wilder itu benar? Kalau salah, coba dicari alasannya… kenapa si Oom Geert itu bisa berkata seperti itu? Setelah ketemu alasannya barulah dipikirkan bagaimana caranya untuk membuktikan si Oom Geert salah (yang jelas tindakan anarki tidak termasuk ke dalam salah satu solusi, walaupun seperti telah saya bahas beberapa hari yang lalu di sini, banyak orang percaya Oom Geert akan menjadi korban assasination berikutnya setelah van Gogh).

Untuk kasus si “Fitna” ini, saya rasa reaksi yang sejauh ini masuk akal hanyalah dialog terbuka yang dilakukan tadi siang oleh si Geert dan orang yang menentangnya. Dan alangkah jauh lebih baiknya jika kita membuktikan dengan perilaku (yang didasari kesadaran diri masing-masing) di dunia nyata. Tidak usah kita berdebat, berapa banyak muslim yang dianiaya oleh “penganut agama lain”, itu hanya akan memperburuk keadaan, tidak perlu juga kita berteriak-teriak dengan penuh kemarahan. You guys have to realize that it ain’t make anything goes any better than it is now. Ketika amarah kita terpancing, maka Oom Geert menang. And I don’t want to be in a position who admit that he won this war. If you want to win this war, be smart (which i don’t really exactly know how to do that).

Tidak mudah memang untuk tidak terpancing emosi. Tapi ikutilah hukum alam. Ikuti hukum aksi-reaksi. Balas aksi dengan reaksi yang wajar. Tidak berlebihan. Tidak berat sebelah. Prinsipnya tetap sama, aksi = reaksi. Hanya dengan begitu, kesetimbangan akan tercapai. Bukan sekedar aksi balas membalas yang tidak ada hentinya. Toh?

Betul Mal.. jadi sambil membuktikan si Oom Geert itu salah kita stay cool, calm and confidence aja nih?

Tepat!

Iyya..menurut saya juga begitu. Tidak perlu lah konfrontasi secara anarkis terhadap pihak yang tidak bersalah (Geert Wilders memang orang Belanda dan berada di parlemen, tapi film “Fitna” ini tidak berhubungan dengan kerajaan Belanda – dan hanya merupakan act from the Freedom of Speech ; juga perlu diingat mayoritas WN Belanda tidak sependapat dengan si Oom Geert). Untuk bisa mengubah keadaan, harus dimulai dari diri sendiri.

“Do you want to know how to change the world? One act of random kindness at a time” (quote taken from: Evan Almighty)

Bagi umat Islam yang ada dan sedang dilanda dengan cobaan berupa fitnah ini, sudah saatnya kita menunjukkan kebaikan yang ada dalam agama Islam. Salah satu dari sekian banyak contoh yang bisa saya berikan, mungkin ayat Al-Qur’an di bawah ini bisa mewakilinya.

Sudah saatnya kita membuktikan bahwa Islam bukanlah agama penuh kebodohan, dan satu-satunya cara untuk membuktikan hal tersebut adalah dengan menjadi (berpikir – bertingkah laku) SMART. pintar.

karena itulah reaksi yang akan membuat keadaan menjadi seimbang, (kalau boleh pinjam istilahnya si Kemal sih..) memenuhi law of inertia.

Well, sekian dulu dari kami.. berhubung bung Kemal sudah jatuh tertidur di Amsterdam sana.. pembahasan mengenai pemberlakuan UU anti pornografi akan kita bahas di postingan berikutnya 😉

groetjes,

meity & kemal

8 Tanggapan to “Aksi – Reaksi”

  1. rezco Says:

    ohhh, aku malah liat film Fitna adalah cara memetakan mana islam yang radikal dan mana yang moderat. tentunya dari reaksi yg muncul

    salam kenal

  2. nenyok Says:

    Menurutku justru reaksinya masih lebih kecil dari aksinya, tapi sebesar apapun aksi pembenci islam dan seradikal apapun reaksinya, ga akan mempengaruhi keagungan Islam itu sendiri.
    salam kenal 🙂
    http://nenyok.wordpress.com


  3. @rezco : bisa juga dilihat seperti itu, seperti pernah saya bahas.. agama itu erat kaitannya dengan persepsi masing-masing. Masalahnya, sekarang ini yang dibawa bukanlah nama islam radikal ataupun moderat, tetapi Agama Islam secara keseluruhan. Bahkan Wilders sendiri pernah menanggapi, menurut dia..yang penuh dengan “bullshit” itu adalah islam moderat. Sedangkan islam radikal itu mencerminkan wajah islam yang sebenernarnya.
    Itu adalah upaya adu domba, tentu saja. Lagipula, kalaupun kita berhasil memetakan perbedaan antara islam radikal dan moderat, lalu guna-nya apa? apakah lalu akan bisa membersihkan nama islam secara keseluruhan?

    @nenyok : Sebenernya aksi yang dibahas disini adalah satu wujud adu domba dalam bentuk film. Se-simple itu.. bahkan sebenarnya memang sejauh ini, gilders menggunakan freedom of speech sebagai tameng-nya. tapi memang benar, secara hukum – dia tidak bersalah. tapi secara moral, dia hampir dikutuk seluruh umat islam. Hanya saja coba dilihat lagi reaksi yang kemarin muncul di Medan, juga perlakuan-perlakuan terhadap orang2 yang sebenernya tidak ada sangkut pautnya dengan pembuatan film ini. Saya sih tetap menganggap reaksi yang dikeluarkan tidak perlu se-anarkis itu, kecuali..kalau dalam beberapa tahun ke depan, kita siap menghadapi perang dunia ketiga. Yang walaupun banyak bilang siap mempertaruhkan nyawa demi agama, tapi masih ada jalan keluar lain selain perang. Ini bukan jaman primitif, penyelesaian masalah adu domba, harus diakali balik. Dengan cara yang lebih pintar, tapi bermoral.

    salam kenal buat kalian berdua, terima kasih sudah mampir.. 🙂

  4. willy Says:

    Saya amat sangat bersukur bahwa saya mengambil fenomenologi agama ketika kuliah.sehingga menyadari bahwa kebenaran majemuk itu ada. apa yang Oom G perlihatkan hanya sebagian aksi dari islam radikal. bukan Islam yang damai dan penuh kasih yang saya kenal dan anut.

    sekarang tinggal mau ikut yang mana?

    nice post guys…


  5. wow. terima kasih bang!

  6. mas bey Says:

    Ketika pengakuan akan sebuah identitas semakin kuat, maka segala sesuatu yg melekat pada identitas tersebut dapat dianggap rujukan yg kuat pula untuk dipertanyakan dan dianalisis (Don Juan, 2008). Lebih sedih rasanya saat ini pengakuan terhadap nama “islam radikal” semakin kuat. Saya lebih setuju menganggap mreka adalah orang” radikal, bukan islam radikal, saya sendiri masih mencoba untuk menjadi seorang moslem, apalagi jauh dari moslem yg baik,.bingung rasanya ketika ada yg menanyakan kepada saya, “apakah anda moslem?” saya hanya bisa menjawab, i try to be a moslem, insya Allah saya bisa menjadi moslem,.jadi lucu rasanya mreka mengatakan diri mreka seorang islam ketika melakukan sesuatu diluar yg diajarkan islam. Lebih lanjut, menurut saya, yg hanya ada di dunia ini adalah ajaran islam dan non – islam lainnya (e.g kristen, budha, hindu, jew, dsb), tidak ada islam radikal, ketika mereka radicalize ajaran islam, maka ajaran itu sudah bukan islam lagi. Maka akan lebih senang kiranya orang2 yg mengerti dan merasa sebagai seorang islam dapat menjelaskan kepada dunia, ketika dunia hanya dan hanya bisa mempertanyakan apa itu Islam, ajaran yg selama ini saya coba untuk perani, hayati, dan lekatkan dalam diri saya. Jadi yg salah adalah oom G yg memang sudah terlanjur melihat adanya islam radikal atow mreka yg radicalize islam? kepada siapa seharusnya kita menyatakan ketidaksetujuan kita?

  7. Don Juan Says:

    Juga yg pertama, akan lebih baik bila melakukan pencerminan dan perbaikan diri ke dalam entitas itu sndiri terlebih dahulu sebelum melakukan ritual lempar telur,.seperti kata kebanyakan wanita, “lebih dalam lebih baik”,.ya ga mey?

  8. Obrolan Says:

    Really great and interesting story. You do an excellent job. Keep it up and thanks for the post.


Tinggalkan Balasan ke rezco Batalkan balasan